Kemarin baca tirto id. artikelnya Arman Dhani Biar Utang Yang penting Gaya.
Ada kalimat yang menarik.
Pada 2013, Kadence International-Indonesia merilis hasil riset Share of Wallet yang mereka lakukan. Hasilnya 28 persen masyarakat Indonesia berada dalam kategori "Broke", atau kelompok yang pengeluarannya lebih besar ketimbang pendapatannya, sehingga mengalami defisit sekitar 35 persen. Pengeluaran ini dilakukan untuk hidup mewah di luar penghasilannya.
Udah lama sih ya datanya, udah 3 tahun yang lalu juga. Tapi kemungkinan masih relevan sampai saat ini melihat trend gaya hidup, terutama bagi masyarakat urban yang memang ngeri-ngeri sedap awak melihatnya.
Seperti yang juga ditulis oleh Gayatri di Buzzfeed tentang kondisi kaum urban miskin di India : “The Urban Poor You Haven’t Noticed: Millennials Who’re Broke, Hungry, But On Trend”
Jangan dikira itu cuma penelitian abal-abal lho dan cuma terjadi di India. Banyak , banyaaak banget orang-orang di sekeliling saya yang menurut pengamatan pribadi masuk dalam kategori broke.
Kalau saya perhatikan, golongan broke ini ada di kisaran usia 21-35 tahun. Dan saya pernah banget masuk di golongan broke ini.
Ya gimanaaaa, di masa ini memang masa-masa krusial banget untuk menguji labil ekonomi (ala Viky) seseorang.
Kenapa saya bilang demikian?
Karena memang di usia inilah, para fresh graduate baru mulai bekerja. Yang artinya baru nerima gaji sendiri. Pertama kalinya nyicip uang hasil jerih payah dirinya.
Disini biasanya teman-teman pada minta traktiran. Keluarga pun memiliki ekspektasi tinggi kepada kita.
" Bro gaji pertama bro, makan-makan bro"
Atau ngga memang si pekerja sendiri udah niatin dalam hati " Ntar gaji pertamaku mau buat ortuku ah, semuanya"
Masa-masa ini kalau ngga disikapi dengan hati-hati, bisa-bisa jadi permulaan kita berhutang.
Nah lho, baru mulai kerja kok udah berhutang. Apalagi kalau pas di awal kerja, memang udah ngutang duluan, berarti harus ada juga alokasi dana untuk melunasi pinjaman untuk biaya dia mencari kerja.
Ngga ada salahnya sih nraktir teman karena bersyukur baru dapat kerjaan. Tapi ingat nraktirnya jangan kebangetan, Sisihkan 20% maksimal dari gaji. Sisanya ya buat biaya hiduplah. Buat bayar kos, biaya makan, transport, ngasi ortu.
Nah, abis traktir-traktir, karena kerja di perusahaan yang lumayan, penampilan pun minta diapgrade.
Masa kerja di bank, ODP pulak, trus baju masih beli di Petisah, masa masih di Matahari, hayuk mulai mantengin SOGO, Centro, Metro,Parkson.
Teman saya buanyak banget yang seperti ini. Mereka dengan ringannya membeli sehelai blazer berharga sejuta lebih , demi terlihat chic dan wow.
Abis itu seminggu ke depan bakal pengiritan habis-habisan.
Memang sih, blazer harga segitu biasanya keren banget, jahitannya bakal pas jatuh di badan, nyaman dan kelihatan mahal.
Maka, jangan heran mid night sale di Jakarta bisa disemutin pengunjung. Ya itu tadi, demi penampilan wow dengan harga miring.
Saya pernah ikutan mid night sale ini, dan di awal-awal, saya sempet yang shock gitu. Maklum saya kan dari Medan yah, yang saat itu belum ada model-model mid night sale gitu. Ya ampuuun, itu orang tumpah ruah di mall, dan rebutannya ajegile.
Padahal harga barang yang disale juga masih mahal, walau lebih murah dari harga aslinya.
Melihat antrian yang udah kayak ular tangga, saya mundur teratur, balik maning ke kosan.
Baju udah kerenan, tas gimana... tas, malu ah pakai KW, beli yang orilah , nitip temen yang jalan-jalan ke Singapur boleh juga nih.
Duit sejuta lima juta pun kembali melayang untuk sebuah tas idaman. Ngga peduli isinya ada atau ngga, yang penting luarnya keren dulu dan mahal of course.
Baju udah, tas udah, Sepatuuuuu.....
Aaak, sepatu bagus itu memang berbanding lurus dengan harga ya cyin.
Harga ngga mungkin boong.
Kalau sepatu masih under 300 ribu, pasti masih bikin kaki pegel-pegel makenya. Beli yang sejutaan ah, palingan berapalah itu.
Cukup?
Hohoho ngga dong.
Skincarenya manaaaa.
Udah kece-kece head to toe masa wajah blang bonteng, hayuk daftar ke klinik kecantikan.
Registrasi awal kena berapa sista sista?
Hayoo tebak berapa.
2-3 juta. Oke sip. Ngga papalah sekali-sekali ini, namanya juga masih baru, kan perlu di facial, di laser, di jet peeling. Ntar kalau udah rutin palingan cuma beli krim-krim doang, 500 ribu cukuplah sebulan.
Enough?
Beluuuuum
Kalau pusing gimana, kalau pegel, mau dipijet ah.
Pijetnya ngga jaman dong ke tukang pijet rumahan, ke spa ah, Martha Tilaar boljug nih, biar berasa kayak putri Keraton.
Di spa itu, para penjaganya aduhai pinter banget merayu kita buat nyobain segala macam perawatan.
" Mau spa apa mba?"
" Yang traditional aja mba, saya butuh pijetnya"
" Ngga mau nyobain lulur coklat mba, enak lho bikin relax"
" Oh boleh deh"
" Sekalian totok wajahnya mba, biar wajahnya kencang"
Tau-tau aja keluar salon, tagihannya udah bikin pening kepala lagi.
Rambut gimana rambut?
Biar paripurna, creambath dong sebulan sekali di salon langganan yang bukan cuma pelayanannya memuaskan tapi interiornya juga instagramable, plus creambathnya ngga yang buah lagi dong ah, yang spa lah, mahalan dikit tapi hasilnya lebih kece.
Itu baru soal penampilan diri.
Tentengan gimana tentengan?
Masa udah kerja di perusahaan keren, pakai dasi or blazer tiap hari, high heels tak tik tuk saat melangkah, hape masih blackberry Javelin?
Kurang smart ah.
Beli I phone dong, bodo amat mau second mau baru, yang penting i phone di tangan. Mau lemot kek, mau kapasitas seuprit kek, yang penting i phone titik.
Karena apple kecokot separuh adalah identitas diri #sikap.
Wis Mba, sis, bro?
Beluuuuuuuuuum
Pulang kantor nongkrong dimana?
Masa masih di Warkop Harapan, atau di Triboy. Ah itu kan jaman dulu, jaman dimana makan indomie rebus pake teh anget aja udah bahagia. Sekarang sih bahagia juga, tapi ... tapi... kan kita butuh check-in di Path cyiiin.
Starbucks is mandatory.
Sushi Tei
Potato Head
Nelayanlah minimal, jangan kayak orang susah.
Berhenti ngga sampai distu?
Ya nggalah.
Setahun kerja terus, akhir tahun boleh dong kita liburan.
Liburannya kemana?
.
Ke Danau Toba?
Ke Berastagi?
Ya ampun ngga keren banget
Pokoke kemanapun yang penting ke luar negeri.
Kuala Lumpur, Singapur, Bangkok, Jepang, atau ke Eropa sekalianlah biar sah, biar bisa foto pakai jaket tebal, sepatu boot dan topi rajut unyu-unyu.
Sounds familiar?
Yes, mereka itu mungkin adalah kita-kita juga.
Saya, kamu.
Oke ngaku deh. Yang saya ceritain di atas itu ya saya.
Ngga usah sok nyinyirin orang, kita juga mungkin pernah ada di masa-masa itu.
Ada dulu teman saya yang setiap diajak makan selalu menolak. Alasannya kenyanglah, lagi dietlah. Padahal saya tahu uangnya memang sudah habis.
Ya gimana ngga habis, Dengan gaji yang sama tapi gaya hidup kami bagai langit dan bumi.
Saat saya ngekos di kamar seharga 500 ribu sebulan , mereka lebih memilih yang 1,8 juta sebulan. hampir 4 kali lipatnya.
Maka jangan heran, saat makan siang kantor, saya bisa leluasa milih lauk, mau ikan, mau ayam, dan mereka bakal memilih makanan semurah mungkin, bahkan hanya pakai kerupuk doang.
Itu sehari-hari.
Kalau weekend lain cerita.
Kamu akan melihat taburan foto keren di Path or instagramnya.
Yup, mereka memang iriiit banget untuk makan sehari-hari, demi makan enak di waktu hangout bareng teman.
Itu baru soal yang remeh temeh lho. Belum ke masalah tunggangan, resepsi pernikahan, honeymoon, sekolah anak, investasi, yang semuanya untuk menunjukkan di strata sosial mana kita berada.
Pyuuuuh lelah ya?
Kalau mau diikutin, ngga akan ada habisnya.
Mau sampai dimana?
Bahagia mungkin, tapi pasti bakal lelah juga.
Kalau mau dikutin, memang saat terjadi perubahan penghasilan pasti pengennya mengupgrade diri juga. Berasa punya hak untuk menyenangkan diri sendiri.
" Kan aku udah bekerja keras masa ngga boleh menikmatinya"
Atau ngga
" Kalau ngga gitu, ntar aku ngga dianggap ada "
Salah ngga sih?
Ya nggalah. Wong uang uang situ, mau dipakai buat apa ya terserah dong ah.
Iya, ngga salah sama sekali, malah manusiawi banget.
Karena mau ngakuin atau tidak, masyarakat kita tuh masih melihat dan menilai orang dari penampakannya. Iya dari apa yang dia citrakan, yang dia tunjukkan.
Apalagi bagi golongan muda, pergaulan mempengaruhi banget.
Sukur kalau melakukan semua karena memang uangnya mencukupi. Kalau dengan cara berhutang?
Ngutangnya dari mana?
Ya dari kartu kreditlah.
Duh, saya kenal beberapa teman yang hidupnya ya disambung pakai kartu kredit.
Makan dimana-gesek, belanja dimana - gesek. Sampai akhirnya, ambil uang tunai dari kartu kredit.
Kalau sudah demikian, maka bersiaplah menuju kebangkrutan.
Gaya hidup ditopang hutang itu sungguh-sungguh mengerikan.
Makanya di postingan saya tentang Kartu Kredit yang lalu, saya tulis tuh disitu, agar kita bisa menakar diri, perlu ngga punya kartu kredit, dan tujuannya untuk apa.
Kalau tujuan bikin kartu kredit supaya bisa ngutang. Ya udah langsung batalin aja niatnya.
Karena apa?
Karena ntar bakal tenggelam dalam kubangan utang. Percaya deh.
( Baca : Hal-Hal Yang Harus Kamu Ketahui Tentang Kartu Kredit )
Namanya dunia, itu kayak air laut, makin diteguk makin haus, makin tinggi penghasilan makin tinggi juga keinginan (bukan kebutuhan ), makanya perlu yang namanya control diri.
Dan yang paling penting, perlu yang namanya sadar diri.
Penampilan keren, gadget oke, tongkrongan kekinian memang terasa menyilaukan, tapi percayalah sebenarnya kamu tidak perlu bersusah payah seperti itu.
Kualitas dirimu tidak dilihat dari apa yang menempel di badanmu.
Isi pikiranmu juga ngga ada korelasinya dengan seberapa canggih dan smart gadget yang kamu miliki.
Sahabat setiamu tak butuh kau traktir di tempat yang sekali duduk saja, setengah juta terkuras dari dompetmu.
Nggaaaa saya ngga lagi nyinyir dengan kaum urban di atas, karena seperti yang saya bilang di atas, saya juga pernah merasakan menginginkan semua itu.
Tapi untungnya saya cukup waras untuk segera menyadarinya. Saya sadar seberapapun kita mencoba menyesuaikan gaya hidup dengan penghasilan, yang namanya masih pegawai, hasilnya akan defisit selalu.
Makanya sampai saat ini saya hanya punya satu kartu kredit. itupun karena diberikan perusahaan. Tau banget kartu kredit itu bukanlah kartu untuk ngutang.
Dan bersyukur banget punya suami yang selalu mengingatkan.
Apa susahnya membeli mobil keluaran terbaru?
DP 10 juta aja udah bisa bawa pulang ntu mobil. Tapi lebih ngga susah kalau alokasi cicilan mobilnya dialihkan ke cicilan tabungan pendidikan anak saja.
Hidup ini pilihan.
Dan yang memilih adalah kita.
Mau menghabiskan seluruh penghasilan perbulan? Bisaaa
Memilih untuk memikirkan masa depan? Bisa banget.
Percayalah, saya sudah lihat begitu banyak orang yang jatuh sehabis-habisnya gara-gara berusaha terlalu keras mengupgrade gaya hidup demi pengakuan yang tidak diimbangi dengan penghasilannya.
Hidup dari mall ke mall, cafe ke cafe, liburan kesana sini, sampai batas limit yang sudah tidak tau lagi kemana mau digali.
Akhirnya jalan pintas ditempuh.
Awalnya takut untuk mencuri. Lama-lama berasa biasa, sedikit-demi sedikit uang perusahaan diambil.
( Baca : Dilema Antara Pekerjaan dan Mendukung Korupsi )
Ada pula yang mungkin tidak punya akses untuk menyelewengkan uang perusahaan, langkah yang diambil lebih parah lagi, menjual apa yang bisa dijual (if you know what i mean) .Naudzubillah.
Saat semua berakhir. Orang hanya akan mencibir , sebagian lain mungkin mentertawakanmu.
Teman kongkow di warung kopi ngehits tempo hari pun satu persatu akan meninggalkanmu.
Hidup ini pilihan.
( Baca : Hidup Ini Harus Memilih )
Maka, hiduplah dengan sewajarnya.
Bertemanlah dengan orang-orang yang tidak terlalu peduli dengan merk gadgetmu, dimana klinik kecantikan langgananmu, dan tidak melirik merk tasmu serta meraba seberapa lembut kain baju yang kau pakai.
( Baca : Money Can't Buy Happiness? )
Hiduplah sewajarnya.
Sebatas kau bisa bernafas dengan lega dan bangun di pagi hari tanpa memikirkan tagihan yang harus ditutupi bulan ini untuk kemudian membuka tagihan baru di bulan depan.
Allah tidak pernah melarang kita untuk bersenang-senang, namun bukan bersenang-senang namanya jika pasak yang disandarkan lebih besar dari tiang penyangganya.
Maka saat penghasilan bertambah bukan pengeluaran yang ditambah tapi zakatnya yang dibanyakin, mudah-mudahan hidup lebih barakah.
Jangan sampai punya motto hidup, biar kere yang penting kece ya.
Kalaupun pengen tetep kece, lakukan dengan cara kreatif yang ngga menguras isi dompetmu apalagi sampai menambah daftar SID BI mu.
( Baca : Syukur yang Tak Terucap )
Karena seberapa kecil pun penghasilanmu, akan cukup jika untuk hidup.
Namun seberapa besar pun penghasilanmu, tak akan pernah cukup untuk memenuhi gaya hidup.
